Templates by BIGtheme NET
Home » Activity » Perlu Ada Upaya Perlindungan Gajah Sumatera Di Habitatnya

Perlu Ada Upaya Perlindungan Gajah Sumatera Di Habitatnya

Ilustrasi kematian Gajah Sumatera (WWF-ID)

Ilustrasi kematian Gajah Sumatera (WWF-ID)

Acehinsight.com – WWF Indonesia Northern Sumatera Program mengaku prihatin terkait kematian seekor gajah jantan yang ditemukan tewas di kawasan Dusun Paya Lah, Kampung Karang Ampar, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah, Kamis (19/2/2016) yang diduga karena diracun.

“Kita tentunya prihatin dengan kembali terjadinya kematian gajah yang tidak kita diharapkan. Namun secara statistik, kematian gajah di Aceh menunjukkan trend yang menurun,” kata Project Leader WWF Indonesia Northern Sumatera Program, Dede Suhendra kepada Acehinsight.com. 

Menurut Dede, kematian gajah yang terjadi pada awal tahun 2016 merupakan yang pertama. Trend menurunnya kasus kematian gajah dapat dilihat mulai dari tahun 2014 dengan angka kematian sekitar 14 ekor dan tahun 2015 sekitar 6 – 7 ekor.

“Meskipun trendnya menurun, kita tetap prihatin. Bahwa gajah yang kembali menjadi korban. Apalagi menurut info dibeberapa media, ada indikasi kematian gajah di Aceh Tengah, kemungkinan besar karena diracun,” ujar Dede.

Selain itu, Dede juga menyampaikan bahwa ada beberapa langkah yang paling tepat untuk mengurangi angka kematian dari konflik satwa dan manusia.

Dede Suhendra, Project Leader WWF Indonesia Northern Sumatera Program

Dede Suhendra, Project Leader WWF Indonesia Northern Sumatera Program

Untuk jangka pendek, menurutnya diperlukan sebuah mekanisme mitigasi konflik yang melibatkan berbagai komponen yang berbasis pada kearifan lokal. “Mekanisme seperti ini sudah dijalankan dan cukup efektif dalam jangka pendek untuk mencegah gajah masuk dalam kawasan kegiatan ekonomi masyarakat. Disisi lain, dengan mekanisme mitigasi konflik juga dapat memperkecil tingkat kematian satwa dan manusia serta harta benda,” kata Dede.

“Adanya Conservation Response Unit (CRU) di daerah yang sering terjadi konflik satwa-manusia, sebetulnya juga cukup efektif. Jadi, ketika ada gajah yang masuk ke kawasan kegiatan ekonomi masyarakat, maka gajah jinak yang siaga di CRU dapat membantu proses penggiringan,” lanjutnnya.

Jangka menengahnya, Dede mengatakan memang perlu ada penataan kawasan kegiatan ekonomi masyarakat yang berada atau masuk didalam kawasan koridor atau habitat satwa. Baik itu dengan berier alami (penahan), menanam tumbuhan yang tidak disukai oleh gajah atau membuat kanal-kanal yang dapat menghambat gajah masuk ke kawasan kegiatan ekonomi masyarakat.

Sedangkan untuk jangka panjang, perlu ada jaminan atas pelindungan kawasan habitat maupun koridor gajah di Aceh. “Sekarang ini, kawasan koridor gajah semakin berkurang yang diakibatkan oleh berbagai kegiatan ekonomi, Seperti pembukaan kawasan hutan untuk kegiatan ekonomi masyarakat. Baik itu dihutan produksi atau hutan lindung khususnya. Oleh karena itu, tentu perlu dibangun tata kelola pemanfaatan kawasan hutan dan memastikan perlindungan terhadap kawasan habitat gajah atau habitat satwa secara umum,” kata Dede Suhendra.

WWF sendiri saat ini terus mencoba memberikan pelatihan mitigasi kepada masyarakat. Dengan harapan, masyarakat punya pengetahuan yang cukup tentang tata cara dan kemampuan penggiringan gajah yang baik serta tidak menimbulkan korban. “Perlu ditekankan, bahwa dengan adanya pelatihan mitigasi ini bertujuan untuk mencegah jatuhnya korban, baik itu dari sisi manusianya atau dari sisi spesiesnya,” tegas Dede.

“Kita terus mendorong hadirnya Conservation Response Unit (CRU), terutama dikawasan yang populasi gajahnya cukup tinggi dan adanya penataan kawasan koridor atau habitat. Untuk penataan kawasan koridor atau habitat satwa, sudah kita laksanakan di lanscape Das Peusangan. Dimana, ini termasuk dalam program kerja WWF Indonesia Northern Sumatera,” tambahnya.

Terakhir, WWF akan terus mendukung pemerintah dalam rangka memastikan perlindungan untuk habitat satwa. “Dalam konteks policy (kebijakan), implementasinya pada pengelolaan tata ruang. Yaitu memastikan didalam dokumen perencanaan pembangunan dan dokumen tata ruang, bahwa kawasan-kawasan habitat satwa tersebut tidak diubah fungsinya,” tutup Dede Suhendra kepada Acehinsight.com. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

ăn dặm kiểu NhậtResponsive WordPress Themenhà cấp 4 nông thônthời trang trẻ emgiày cao gótshop giày nữdownload wordpress pluginsmẫu biệt thự đẹpepichouseáo sơ mi nữhouse beautiful