Oleh: Diah R. Sulistiowati
Kasus kejahatan kehutanan dan lingkungan hidup saat ini menjadi kejahatan yang cukup serius di Indonesia. Dari 200 pengaduan kasus yang diterima oleh Ditjen Gakkum KLHK di tahun 2017, sampai bulan Mei ini telah tertangani hampir 95%, yaitu 75 selesai dan sisanya dalam proses. Berdasarkan hasil kegiatan tersebut, selama tahun 2015-2017, tercatat kasus pembalakan liar sebanyak 7.090 m3, perambahan kawasan seluas kurang lebih 4,2 juta hektare (ha), dan peredaran tumbuhan dan satwa liar sebanyak 11.636 unit. Sebanyak 393 sanksi administrasi diterbitkan selama dua tahun ini, terdiri dari 189 surat peringatan, 23 teguran tertulis, 156 paksaan pemerintah, 21 pembekuan izin, dan 3 pencabutan izin.
Atas dasar tersebut Program Shares Resource Joint Solution (SRJS) yang dilaksanakan oleh WWF Indonesia, Forum DAS Krueng Peusangan dan Balai Syura Ureung Inong Aceh melaksanakan pelatihan investigasi untuk jurnalis lokal di Aceh. Agar lebih maksimal, trainer dari Tempo majalah, Moses atau nama aslinya Mustafa Silalahi menjadi “guru” demi membagikan pengalamannya sebagai koordinator redaksi investigasi. Pelatihan ini dimulai dari bagaiamana memilih topik yang layak untuk dilakukan investigasi, kemudian bagaimana tahap-tahap melakukan investigasi, trik-trik atau cara-cara efektif melakukan investigasi dan lain-lain. Pelatihan dilakukan di Hotel Pade, Aceh Besar, Banda Aceh.
Kasus kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan saat ini tidak hanya melibatkan perorangan, tapi juga korporasi. Kejahatan di sektor ini meliputi ilegal logging, pencemaran lingkungan, perambahan kawasan hutan, perburuan dan perdagangan satwa, dan korupsi. Sebagai Provinsi yang masih memiliki hutan 3,5 juta hektar, yang cukup luas di Sumatera dan menyimpan kekayaan hayati yang tinggi Aceh. Kasus kejahatan kehutanan dan lingkungan hidup cenderung meningkat setiap tahun.
Data Polda Aceh menyebutkan tahun 2016 kepolisian menangani kasus tindak pidana kehutanan sebanyak 32 kasus dengan tersangka 40 orang. Sedangkan kasus satwa liar yang ditangani di sepanjang tahun 2016 berjumlah tiga kasus dengan jumlah tersangka empat orang.
Kasus kejahatan kehutanan dan lingkungan hidup belum mendapat perhatian besar oleh banyak pihak seperti halnya narkoba. Padahal kejahatan dari kejahatan ini uang yang beredar mencapai ratusan milyar rupiah dan merugikan negara secara jangka panjang akibat dari kerusakan lingkungan.
Media sebagai salah satu pilar demokrasi sebuah negara perlu mengambil peran bagaimana melakukan pengawasan terhadap kejahatan kehutanan dan lingkungan di sekitar mereka. Sementara sebagai pekerja media, seorang jurnalis memiliki posisi strategis dalam memberi pemahaman pada masyarakat tentang kasus kejahatan kehutanan dan lingkungan. Dengan kemampuan jurnalis dalam menangkap isu dan mengembangkannya menjadi sebuah informasi yang akurat, diharapkan bisa mencerdaskan masyarakat. Apabila masyarakat sudah cerdas atau memahami persolan di bidang kehutanan dan lingkungan, masyarakat akan bisa melakukan monitoring terhadap kejahatan kehutanan atau korupsi di bidang kehutanan.
“Jadi wartawan investigasi memang seperti memilih jalan sunyi” ujar Moses, Wartawan investigasi Majalah Tempo, “Juga harus punya nyali lebih”, tambah Moses. Hal ini dijelaskan Moses, karena menjadi wartawan investigasi harus tangguh menghadapi situasi yang tidak terduga, dan juga medan investigasi yang cukup berat, apalagi kasus-kasus besar. [wwf.or.id]