Oleh Azhar*
Berbeda dengan predator puncak di hutan Sumatera, hewan yang satu ini hanya diketahui oleh sejumlah peneliti saja: anjing hutan; cuon alpinus sumatrensis. Keberadaannya kalah mentereng dibandingkan dengan harimau (phantera trigis sumatrensis), beruang madu (helactor malayanus), atau macan dahan. Padahal, jenis ini tersebar luas di hutan-hutan di seluruh Asia Selatan, Asia Timur dan Asia Tenggara. Dari pegunungan Rusia, Cina, India, Indo-China hingga semenanjung Malaysia dan Indonesia.
Anjing hutan ini terdiri dari 9 sub spesies. Tiga di antaranya berada di Rusia Timur; cuon alpinus alpinus. Anjing ini berbulu tebal merah kecokelatan dan warna bulu leher keabu-abuan. Kedua cuon alpinus lepturus berada di wilayah selatan dari Sungai Yangze di Cina. Anjing ini berbulu tebal dengan warna kemerahan. Ketiga adalah cuon alpinus infuscus. Hewan ini tersebar di Myanmar Selatan, Malaysia, Thailand, Laos, Kamboja dan Vietnam dengan ciri bulu berwarna kecoklatan (Ginsberg dan Macdonald 1990).
Di Indonesia, terdapat dua sub spesies anjing hutan. Di Jawa yaitu cuon alpinus javanicus. Ciri-cirinya berbulu terang. Anjing hutan ini dapat ditemukan di Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur, dan Taman Nasional Ujung Kulon. Kedua adalah anjing hutan sumatera. Anjing ini berbulu pendek berwarna merah dan ujung ekor tebal. Cukp mencolok karena putih.
Anjing hutan sumatera ini tersebar diberbagai kawasan hutan dari Lampung hingga Aceh. Di Lampung, keberadaannya ditemukan oleh tim peneliti badak sumatera Universitas Lampung, pada 1992. Penampakannya juga terlihat di Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi, oleh peneliti harimau sumatera dari lembaga konservasi, dan di Taman Nasional Tesso Nilo, Riau (WWF Indonesia, 2014).
Selain di wilayah selatan dan tengah Sumatera, anjing hutan tersebar di kawasan hutan Aceh, seperti di kawasan ekosistem Leuser dan Ulu Masen. Di Leuser, sosoknya tertangkap kamera peneliti harimau sumatera (Unit Management Leuser, 1996). Di Ulu Masen (FFI-2010) dan di Utara KEL (WWF-Indonesia, 2016)
Tak diketahui pasti populasinya. Selama ini, data itu diklaim berdasarkan temuan. Tak pernah ada survei resmi untuk mengumpulkan data populasi, data genetik dan data lainnya. Masih berdasarkan analisa penyebaran populasi secara keseluruhan di semua negara yang memiliki anjing hutan, secara umum anjing hutan hanya tersisa 2.500 ekor
Secara umum, keberadaannya semakin terancam seiring dengan merosotnya kualitas hutan dan perburuan liar yang membabi buta. Hewan ini juga semakin terdesak karena mangsanya juga menurun secara signifikan. Sama seperti nasib predator lainnya di Sumatera, seperti harimau dan macan akar.
Asumsi lainnya adalah anjing hutan ini populasinya di Sumatera melimpah karena berkurangnya harimau. Hal ini secara otomatis menaikkan posisinya ke puncak rantai makanan di hutan. Apalagi anjing dikenal sebagai hewan berkelompok. Strategi berkelompok merupakan kemampuan utama dalam berburu dan bertahan hidup di hutan. Ini memberikan keuntungan pada spesies tersebut.
Tapi tetap saja, mereka harus berhadapan dengan tangan manusia. Kerusakan hutan yang semakin menggila hampir-hampir sulit diatasi. Tanpa upaya serius melindungi hutan, nasib para predator ini hanya keren di atas kertas, seperti raja tanpa tahta. Padahal, anjing hutan adalah salah satu bukti penting keanekaragaman hayati di hutan Sumatera.
*) Penulis adalah pengamat satwa liar Indonesia dan praktisi lingkungan yang menetap di Aceh.
Email: [email protected]