Acehinsight.com – Direktur Reserse dan Kriminal Khusus Armensyah Thai mengatakan minimnya dana dalam mengungkap kejahatan terhadap satwa liar menjadi kendala dalam penindakan. Ditambah lagi, tuntutan dan vonis bagi para pemburu satwa dilindungi tidak setimpal dan tidak memberikan efek jera.
“Kondisi ini menyulitkan kepolisian bertindak,” kata Armensyah dalam diskusi yang diselenggarakan oleh World Wild Fund fot Nature dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh, Selasa (23/5).
Armensyah, pemberian efek jera harus dilakukan tidak hanya oleh kepolisian. Kejaksaan dan kehakiman juga harus melihat kejahatan ini dari sudut pandang yang sama. Dengan demikian, upaya aparat kepolisian mengungkap dan membuktikan kejahatan lingkungan ini berjalan sesuai aturan.
Armensyah juga mengkritik pemerintah daerah yang terus saja mengeluarkan izin pembukaan lahan perkebunan, baik kepada masyarakat ataupun kepada koorporasi untuk berusaha di kawasan hutan. Padahal, kata dia, hutan adalah koridor satwa liar.
Pembukaan lahan mengakibatkan habitat hewan yang sebagian besar dilindungi itu terancam. Tindakan ini juga kontraproduktif dengan langkah penegakan hukum oleh kepolisian.
Chairul Saleh, Koordinator Tim Kejahatan Satwa Liar WWF Indonesia, mengatakan kejahatan terhadap satwa liar adalah kejahatan serius. Ini terjadi karena ada permintaan global yang didorong oleh mitos. Menurut dia, bagian tubuh hewan ini dipesan untuk digunakan sebagai bahan “Padahal tidak terbukti ada khasiatnya,” kata Chairul.
Senada Amensyah, Chairul mengatakan kejahatan ini terorganisir dan membutuhkan dukungan banyak pihak untuk melawannya. Baik oleh masyarakat, maupun dari institusi hukum di negara ini.
Chairul menilai perlu dibentuk satuan tugas antaraparat. Satuan tugas inilah yang bekerja cepat secara lintas instasi untuk menindak kejahatan terhadap satwa liar. [Nazar Ahadi/AJNN]