Mangrove, Tak Sekedar Penjaga Serangan Abrasi
Keberadaan hutan mangrove di pesisir memberikan manfaat yang luar biasa. Mangrove yang tumbuh berjajar menjadi ‘benteng’ pencegah abrasi atau pengikisan pantai oleh gelombang air laut. Abrasi merupakan momok yang cukup menakutkan bagi sebagian warga pesisir.
Menurut hasil temuan WWF-Indonesia, dalam kurun waktu 40 tahun terakhir, laju kehilangan tutupan mangrove di Aceh mencapai 750 hektar hingga 1.000 hektar per tahun. Oleh karena itu, pada tahun 2013, salah satu bentuk kepeduliaan terhadap lingkungan ditunjukkan oleh kelompok perempuan binaan WWF Indonesia yang bermukim di desa Lam Ujong kecamatan Baitussalam Aceh Besar.
Baca : WWF Bersama Perempuan Gampong Lam Ujong, Jaga Hutan Mangrove
Namun, sesungguhnya mangrove tak sekadar penjaga batas pantai dari abrasi air laut. Masih banyak lagi peran pentingnya sehingga setiap tahun di tanggal 26 Juli masyarakat dunia memperingati Hari Mangrove Se-dunia (World Mangrove Day). Apa saja manfaat dan potensi vegetasi penyambung antara ekosistem daratan dengan ekosistem lautan ini?
Hutan mangrove merupakan tegakan yang mampu menyimpan karbon dalam kuantitas tinggi, bahkan lebih tinggi dibanding hutan di daratan. Luasan satu hektar hutan mangrove mampu menyimpan 1,5 metrik ton karbon per tahun. Substrat lumpur di ekosistem mangrove dapat menyimpan 20-25% karbon (sumber: mangroveactionproject.org). Itulah sebabnya ekosistem ini memiliki produktivitas dan keanekaragaman hayati yang tinggi. Kemampuan hutan mangrove menyerap karbondioksida sangat berguna dalam usaha mengurangi pemanasan global.
Ekosistem mangrove juga merupakan tempat tinggal, tempat mencari makan, dan tempat berpijah bagi banyak spesies. Biawak, kura-kura, ular, monyet, dan burung menjadikan hutan mangrove sebagai rumah. Demikian pula dengan beberapa jenis ikan, udang, dan kepiting. Hutan mangrove yang sehat merupakan kunci bagi kondisi ekologi laut yang sehat pula. Ranting dan cabang mangrove yang jatuh dan terurai akan menghasilkan unsur hara bagi lingkungan laut.
Sayangnya, hutan mangrove menghadapi berbagai masalah sehingga luasannya makin berkurang. Perkembangan pariwisata, konversi hutan mangrove menjadi perikanan air tawar, polusi dari perkotaan, penebangan ilegal, dan laju pembangunan merupakan sejumlah hal yang mengancam keberadaan hutan mangrove.
WWF-Indonesia menginisiasi program penanaman pohon mangrove sebagai bagian dari program NEWtrees. Program ini berorientasi pada perbaikan fungsi ekosistem prioritas di tingkat bentang alam. Program NEWtrees turut mendukung dan berkontribusi mewujudkan komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% pada 2020 melalui perbanyakan penanaman pohon dan reforestasi.
Kepedulian terhadap kelestarian mangrove juga bermunculan dari individu dan komunitas. Sebut saja Azhar Idris, seorang warga dari Desa Lam Ujong, kecamatan Baitussalam, Aceh Besar. Sejak usia 15 tahun Azhar sudah akrab dengan bakau. Pekerjaannya sebagai penunggu dan pengelola tambak (sistem bagi hasil) membuatnya tak lagi asing dengan tanaman bakau, yang dalam bahasa Aceh disebut bak bangka.
Baca : Dari Ujung Bakau Pesisir Aceh, Azhar Mendunia
Berbagai komunitas juga bahu-membahu melakukan gerakan untuk pemulihan kawasan mangrove seperti yang pernah dilakukan oleh komunitas Earth Hour di beberapa daerah. Individu sebagai bagian dari masyarakat dapat pula menghijaukan kembali hutan mangrove di Indonesia dengan berdonasi melalui www.mybabytree.org.
Geotag Mangrove Di Pesisir Aceh Besar
Program penanaman mangrove ini memberikan wacana baru bagi masyarakat guna membantu proses reforestasi untuk melindungi taman nasional atau hutan lindung dan mengawasi pertumbuhan mangrove melalui Geotags (pelabelan pohon dengan garis lintang dan garis bujur/koordinat lokasi yang tepat).
Teknik GeoTagging yang diterapkan pada program NEWtrees merupakan penggabungan cara menanam pohon secara tradisional dan memantau pertumbuhannya dengan teknologi masa kini yang dapat diperoleh secara gratis.
Teknologi ini sesungguhnya digunakan untuk meningkatkan akuntabilitas dari reforestasi atau penghijauan kembali di lapangan dengan memberikan data tertulis dan visual, karena dalam metode ini kami coba kembangkan data-data selain koordinat pohon, tinggi dan diameter pohon, juga foto pohon tersebut, yang secara geografis sangat akurat karena diberikan atribut koordinat yang tepat, dimana foto pohon adalah benar-benar diambil di lokasi penanaman.
Tanaman yang ditanam diberi nama orang atau pihak yang mengadopsi, kemudian difoto dan dilengkapi dengan perangkat GPS lalu diunggah ke situs resmi NEWtrees. Pertumbuhan “NEWtrees” yang telah ditanam dapat dipantau secara online melalui Google Earth, karena setiap pohon akan memiliki koordinat GeoTag – yaitu koordinat yang menunjukkan posisi dan gambar “NEWtrees” atau tanaman yang sudah ditanam. []