Templates by BIGtheme NET
Home » Tokoh » Cut Ervida Diana, Mencintai Alam Dengan Melawan Sampah Kantong Plastik

Cut Ervida Diana, Mencintai Alam Dengan Melawan Sampah Kantong Plastik

Pepatah mengatakan, “what goes around comes around”. Ketidakpedulian kita terhadap lingkungan pada satu waktu pasti membuahkan petaka. Contoh paling dekat dengan kehidupan sehari-hari adalah pemakaian kantong plastik secara berlebihan.

Sejak pertama kali muncul pada era 1960-an hingga sekarang, kantong plastik kerap menjadi pilihan utama untuk membawa barang, terutama barang belanjaan dari toko ke rumah. Alasannya? Praktis. Namun, sadarkah kita bahwa di samping kepraktisannya, kantong plastik ternyata menimbulkan berbagai dampak negatif bagi lingkungan?

Kampanyekan Aksi Peduli Lingkungan Dengan Melawan Sampah Kantong Plastik 

Sejak awal, proses pembuatan kantong plastik sudah merugikan karena menyita energi dan mencemari udara. Selanjutnya, plastik yang sudah tak terpakai akan menjadi sampah yang menyebabkan banyak masalah. Plastik membutuhkan waktu sekitar 1000 tahun untuk terurai. Saat proses penguraian tersebut, plastik mencemari tanah dan air sekaligus.

Racun masuk ke dalam rantai makanan sehingga menyebabkan kerusakan ekosistem, utamanya di sungai dan laut. Bagi manusia, dampak negatif kantong plastik terjadi saat kantong plastik bersentuhan dengan makanan atau dibakar. Pencemaran yang masuk lewat apa yang kita konsumsi menyebabkan kesehatan menurun, sedangkan racun yang berasal dari hasil bakaran kantong plastik mengganggu pernapasan.

Itulah sederet fakta-fakta yang membuat Cut Ervida Diana (25 tahun) seorang perempuan Aktivis lingkungan asal Pidie yang berdomisili di Banda Aceh, akhirnya memutuskan untuk berkampanye mengurangi penggunaan kantong plastik bersama gerakan Earth Hour Aceh (Earth Hour adalah kegiatan global yang diadakan oleh World Wide Fund for Nature (WWF) untuk meningkatkan kesadaran akan perlunya tindakan serius menghadapi perubahan iklim – Wikipedia) dan ASEAN Reusable Bag Campaign (Sebuah program gerakan peduli lingkungan yang berkosentrasi terhadap pengurangan penggunaan kantong plastik di negara ASEAN – ARBC) mulai dari tahun 2014.

Cut Ervida Diana (Dok. Pribadi)

Cut Ervida Diana (Dok. Pribadi)

Cut Ervida mengakut sangat menikmati dengan tugas yang diembannya selama 2 tahun terakhir sebagai salah satu agent of change dalam proses pelestarian lingkungan, khususnya yang berfokus dalam membangun kesadaran masyarakat untuk hidup ramah lingkungan dengan program “Diet Kantong Plastik” di Provinsi Aceh.

I am OK with that, aku orangnya sangat mudah beradaptasi dengan lingkungan. Jadi tidak ada masalah kalau harus panas-panasan untuk masuk ke pasar-pasar, jalanan atau tempat-tempat yang banyak orang gunakan kantong plastik,” ujar lulusan FKIP Bahasa Inggris Unsyiah dan Fakultas Syariah UIN Ar Raniry ini.

Selain itu, Cut Ervida juga menaruh perhatian besar pada pemahaman dan pengertian bahaya penggunaan plastik termasuk bahaya menggunakan kantong plastik secara berlebihan, perlu diajarkan sejak dini.

“Kita sering sosialisasi ke sekolah-sekolah untuk program “Diet Kantong Plastik”. Jika anak-anak sejak usia dini sudah mengerti dan memahami bahaya sampah plastik termasuk didalamnya penggunaan kantong plastik secara berlebihan, maka dikemudian hari diharapkan jumlah sampah plastik tidak bertambah,” ungkapnya.

Saat Acehinsight.com menanyakan bagaimana suka duka yang dihadapinya selama berkampanye, Cut Ervida mengatakan, sulitnya mengajak orang terdekat, kurangnya kesadaran dan kepekaan terhadap lingkungan merupakan salah satu diantaranya banyaknya tantangan yang dihadapi.

“Banyak orang yang belum paham mengenai bahaya kantong plastik utk lingkungan. Jadi ketika di ajak mereka malah menolak dengan alih sudah punya tas belanja dirumah namun pada kenyataannya juga tidak dipakai dan tidak diaplikasikan dalam penggunaan sehari-hari,” ujarnya.

“Harapannya, one person one reusable bag, satu org di harapkan punya satu tas belanja sendiri dan setiap individu mau berkomitmen menggunakan nya setiap hari sebagai gaya hidup (green habit),” harap Cut Ervida Diana.

Gaya hidup pro-lingkungan dan dukung program pemerintah

Sebelum berkampanye dan mengajak orang lain, Cut Ervida Diana sudah menerapkan gaya hidup go green dari diri sendiri dengan hal-hal yang sederhana dan mudah dilakukan. Perempuan yang juga aktif belajar di Education USA Aceh Center UIN Ar-Raniry Banda Aceh itu sudah sejak lama memilah sampah organik dan non-organik di rumahnya, tidak menggunakan kantong plastik belanja, membawa tas belanja sendiri yang dapat dipakai ulang, menghemat air dan listrik dengan penggunaan seperlunya, mengurangi penggunaan tisu, hingga memilih produk yang ramah lingkungan.

Sejalan dengan semua hal tadi, Cut Ervida yang dipercayakan sebagai Koordinator ASEAN Reusable Bag Campaign Aceh bersama gerakan Earth Hour Aceh, selain mengedukasi masyarakat terkait pengurangan penggunaan kantong plastik, diriya juga tetap aktif dalam mengadvokasi pemerintah untuk program “Diet Kantong Plastik”.

Ternyata usahanya tidak sia-sia, pada awal tahun 2016 keputusan pemerintah kota Banda Aceh untuk menerapkan kantong plastik berbayar di supermarket, merupakan salah satu pencapaian yang sangat diharapkannya. Baginya, mendukung program pemerintah kota Banda Aceh untuk mengurangi penggunaan plastik, agar limbah plastik berkurang. Dengan menggunakan kantong belanja pakai ulang (reusable bag), maka pun turut serta menjaga lingkungan.

Banner program "Diet Kantong Plastik" disalah satu tempat belanja (Antara)

Banner program “Diet Kantong Plastik” disalah satu tempat belanja (Antara)

“Tentu saja kami mendukung peraturan tersebut, walaupun hasilnya masih belum sempurna dan masih dalam tahap uji coba. Harapannya justru dari hasil uji coba itu, didapatkan evaluasi untuk membuat sistem yang lebih baik lagi. Dengan begitu, pengurangan penggunaan kantong plastik dapat signifikan kita lihat,” tuturnya.

Cut Ervida menyadari, kesadaran membuang sampah sebenarnya masih rendah di masyarakat. Karenanya ia menyarankan pemerintah daerah untuk memperbanyak tempat sampah agar tidak ada alasan bagi orang-orang untuk “menyampah”.

“Kalau di jalan ada sampah, saya pasti ambil dan masukkan ke tempat sampah. Kalau tidak ada tong sampahnya, saya kantongin di tas (sampai menemukan tempat sampah -red),” kata Sutradara film dokumenter “Hikayat dari ujung Pesisir” Eagle Award Metro TV itu.

Suarakan Rintihan Alam Lewat Film

Memprihatinkan. Itulah yang Cut Ervida Diana rasakan ketika mengisahkan tentang film yang ia sutradarai bersama Darang Melati, berjudul “Hikayat dari Ujung Pesisir” di kompetisi Eagle Award Documentary Competition yang diselenggarakan oleh stasiun Metro TV.

Dirinya mengatakan, film dokumenter “Hikayat dari Ujung Pesisir” mengisahkan tentang kondisi memprihatinkan masyarakat pesisir dan perjuangan mereka dalam meraih masa depan mereka yang sangat bergantung pada laut. Film dokumenter lingkungan ini berdurasi 20 menit dan berlokasi di Pulau Bunta dan Ujung Pancu Aceh Besar.

“Film dokumenter ini menyampaikan aspirasi masyarakat pesisir dan merespon isu-isu terkini tentang ke-Indonesian. Ini juga menjadi catatan sejarah secara visual,” kata Cut Ervida Diana.

Menurutnya, keberadaan terumbu karang di perairan provinsi Aceh, yang merupakan sumber utama matapencaharian masyarakat pesisir kian terancam. Baginya, mereka adalah garda terdepan dalam usaha mempertahankan kelangsungan ekosistem laut.

“Sejak itu saya berupaya untuk terus berkarya dan juga memotivasi serta berbagi pada generasi muda di Aceh, agar punya minat dan kemampuan untuk membuat film dokumenter lingkungan,” ucapnya. “Sebagai bentuk kepedulian terhadap alam negeri kita”.

Mulai dari Hati

Banyak yang bertanya mengapa perempuan satu ini memilih mengabdikan dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk menggeluti isu-isu lingkungan. Cut Ervida mengaku bahwa kepeduliannya terhadap alam dan lingkungan merupakan panggilan hati.

“I know exactly what I want. My own happiness, aku bisa menjalani hidup sesuai mimpi-mimpi aku,” ujarnya yang pernah mengikuti Young Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI) yang merupakan bagian dari program Study in United States Instiute (SUSI) selama 5 minggu di Amerika Serikat.

Di kantor salah seorang senator Amerika Serikat | Foto: Dok Pribadi

Di kantor salah seorang senator Amerika Serikat | Foto: Dok Pribadi

Cut Ervida menggaggap perubahan iklim dan pemanasan global sebagai isu lingkungan yang sangat serius dan menuntun perubahan perilaku dan gaya hidup manusia. Semuanya bisa memulai dari hal-hal kecil yang berdampak besar seperti pengelolaan sampah, penghematan energi, termasuk listrik dan penanaman pohon.

Bagi Cut Ervida, segala yang ia lakukan untuk lingkungan sebenarnya bukan hal luar biasa dan juga bisa dilakukan banyak orang jika mereka semua mau berpikir tentang kehidupan berkelanjutan. Karena melestarikan alam dan lingkungan, menurut dia, adalah merawat dan mencintai kehidupan.

“Alam akan tetap ada walaupun tanpa manusia, tetapi manusia tidak bisa hidup tanpa ada alam,” tutupnya perempuan yang pernah berorganisasi di Sahabat Walhi, Kophi, Earth Hour dan Aceh documentary. [af]

One comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

ăn dặm kiểu NhậtResponsive WordPress Themenhà cấp 4 nông thônthời trang trẻ emgiày cao gótshop giày nữdownload wordpress pluginsmẫu biệt thự đẹpepichouseáo sơ mi nữhouse beautiful