Templates by BIGtheme NET
Home » Publikasi » 7 Gajah Mati di Aceh, WWF dan PeNA: “Hentikan Pembunuhan Gajah”

7 Gajah Mati di Aceh, WWF dan PeNA: “Hentikan Pembunuhan Gajah”

Untuk disiarkan segera 20 Juni 2012, 10.00 WIB

Banda Aceh  – WWF Indonesia dan Yayasan PeNA prihatin dengan semakin meningkatnya jumlah kasus kematian gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Aceh. Setidaknya sudah 7 ekor gajah ditemukan mati dalam kurun waktu April-Juni 2012 di sejumlah lokasi perkebunan sawit di Aceh.

“Ini kasus kematian gajah yang cukup besar dalam beberapa tahun terakhir ini. Ini kondisi darurat untuk perlindungan gajah di Aceh,” kata Project Leader WWF Indonesia Kantor Program Aceh, Dede Suhendra (30/7), di Banda  Aceh.

WWF kembali mempertanyakan sejauh mana hasil penyelidikan kematian gajah yang dilakukan oleh BKSDA Aceh dan bagaimana upaya penegakan hukum atas kasus ini. Menurut Dede Suhendra, untuk mencegah kasus pembunuhan gajah terulang, perlu ada penegakan hukum yang jelas. Ada indikasi gajah-gajah tersebut mati karena memakan sesuatu yang mengandung racun yang sengaja di letakkan di kebun sawit. Gajah-gajah tersebut masuk ke kebun dan dianggap sebagai pengganggu.

“Kami meminta hentikan pembunuhan gajah karena itu melanggar hukum,”tegas Dede Suhendra.

Sementara Yayasan PeNA mendesak adanya investigasi secara menyeluruh atas kasus kematian 7 ekor gajah di Aceh. Menurut ketua PeNA, Jes Putra, kasus kematian gajah ini telah mencoreng nama Aceh karena dianggap tidak mampu melindungi mamalia berbadan besar yang statusnya sudah kritis tersebut. Aceh merupakan salah satu kawasan habitat penting gajah di Sumatera.

Tercatat 7 ekor gajah sumatera mati di Aceh selama 3 bulan berturut-turut. Bulan April dan Mei dua ekor gajah mati di Aceh Jaya. Bulan Juni 3 ekor gajah mati di Aceh Timur dan 2 ekor gajah ditemukan mati di Aceh Selatan.

PeNA mensinyalir adanya mafia perdagangan gading gajah yang berkeliaran di Aceh. “Hampir semua gajah yang ditemukan gadingnya telah hilang dan masyarakat tidak mau memberitahu siapa yang memotong gading gajah tersebut. Mungkin karena takut,” kata Jes.

WWF meminta Pemerintah Aceh meninjau ulang pengembangan perkebunan sawit di kantong-kantong habitat gajah di seluruh Aceh. Pemerintah harus mengganti jenis komoditi perkebunan dengan jenis yang tidak disukai oleh gajah. “Terbukti bahwa pengembangan perkebunan sawit yang tidak memperhatikan wilayah jelajah gajah, telah memicu konflik manusia dan gajah di lapangan,”kata Dede Suhendra.

Menurutnya, konflik gajah dan manusia juga semakin diperparah dengan pembangunan pemukiman transmigrasi dan pembukaan jalan tembus yang memotong daerah jelajah gajah.  “Pemerintah Aceh harus mengkaji semua kegiatan ekonomi dan pembangunan di daerah-daerah yang merupakan kantong habitat gajah untuk menghindari konflik gajah dan manusia semakin meluas di Aceh,” ucap Dede.

WWF sendiri saat ini sedang mendorong upaya pengembangan kebijakan untuk perlindungan 4 spesies satwa kunci seperti gajah, harimau, badak dan orangutan di Aceh. Salah satu yang akan dilaksanakan adalah mendorong diimplementasikannya protokol mitigasi konflik satwa dan manusia di Aceh.

Populasi gajah Sumatera menurun drastis dalam kurun waktu 4 tahun terakhir. Lembaga Konservasi Dunia (IUCN) menaikkan status keterancaman gajah sumatera dari “genting” menjadi “kritis”, hanya selangkah dari status ‘punah di alam’. Ini merupakah status terburuk dibandingkan subpecies gajah yang lain, baik di Asia maupun Afrika. Saat ini jumlah gajah sumatera di alam diperkirakan tidak lebih dari 2.400 ekor – 2.800 ekor saja, yang mana turun 50% dari populasi sebelumnya yaitu 3.000 – 5.000 individu pada tahun 2007. Hilangnya habitat akibat alih fungsi hutan merupakan penyebab utama penurunan populasi gajah. [Chik Rini]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

ăn dặm kiểu NhậtResponsive WordPress Themenhà cấp 4 nông thônthời trang trẻ emgiày cao gótshop giày nữdownload wordpress pluginsmẫu biệt thự đẹpepichouseáo sơ mi nữhouse beautiful